Hobi Burung, Untung atau Rugi ...?



Bagi sebagian kalangan binatang piaraan mampu memberikan kegandrungan tersendiri. Salah satu yang binatang piaraan yang umum dipelihara, terutama olehpria adalah Burung.

Saya mempunyai kenangan masa kecil ketika Bapak suka memelihara burung. Seingat saya waktu masih SD, bapak mempunyai dua belas burung yang dipelihara di dalam sangkar. Saya tidak paham jenis-jenis burungnya. Hobi bapak ketika itu hanya bertahan beberapa bulan, tidak sampai setahun. Seingat saya ketika adik saya lahir (saya anak sulung), burung-burung itu sudah dijual.

Pada waktu masih memelihara burung, hal yang pertama kali dilakukan bapak setelah sholat subuh adalah mengurusi burungnya. Mulai dari mengeluarkan kedua belas sangkar burung itu dari dalam rumah ke halaman belakang. Setelah itu membersihkan kotoran burung dan memandikannya.

Alas triplek yang penuh kotoran disemprot dengan air kemudian dilap. Selanjutnya mengganti air minum burung dan menaruh makanan burung tergantung jenis burungnya. Makanannya macam-macam mulai dari makanan burung dalam kemasan, selain itu ada pisang, jangkrik, kroto( makanan burung dari semut rangrang).

Rutinitas ngurus burung-burung itu seolah sudah menjadi ritual di pagi hari sebelum bapak berangkat ke kantor. Kalau satu sangkar burung butuh waktu sekitar 5-10 menit maka paling tidak butuh waktu sekitar satu setengah jam atau lebih.

Sekarang ketika berkeluarga, saya tinggal di suatu perumahan, melihat tetangga saya (seusia bapak saya) juga memelihara burung. Jumlahnya hanya tiga ekor ditaruh di tiga sangkar. Ketika mengamati tetangga, saya teringat masa kecil. Suatu ketika tetangga ini akan pergi ke luar kota beberapa hari. Dia menitipkan burung piaraannya kepada penjaga keamanan komplek. Kepada penjaga keamanan ini ,tetangga saya menitipkan sejumlah uang untuk memberi makan burung, sekaligus upah penjaga keamanan.

Di kantor pun beberapa tahun yang lalu saya teringat sebuah cerita mengenai burung. Ketika itu ada seorang sekuriti perusahaan yang bertugas mengawal kargo yang di kirim dari perusahaan tempat saya bekerja di Ungaran Semarang ke sebuah alamat yang dituju di Jakarta.

Keesokan hari-nya sebelum sampai di alamat yang dituju di Jakarta, saya menelepon dan menginstruksikan agar nanti sekuriti tersebut menginap di Jakarta.. Saya jelaskan ada perubahan rencana pembeli di Jakarta. Nampaknya pembeli akan mnegubah alamat pengiriman barang. Setelah sampai di alamat yang dituju saya minta agar barangnya jangan diturunkan, menunggu satu hari menanti kepastian final alamat pengiriman barang dari pembeli.

Dari nada bicaranya sekuriti tersebut nampaknya keberatan.

Sekuriti itu akhirnya dia berkata “ Pak mbok minta tolong agar segara diberi kepastian, sehingga saya tidak perlu menginap “

Ketika itu saya agak gusar dan berkata,” Ada masalah apa Pak, kenapa bapak keberatan dengan tugas yang diembankan kepada Bapak”

“ Maaf pak, sebenarnya kan tugas saya sudah selesai jadi saya tidak mempunyai rencana untuk menginap “ jawabnya dengan nada memohon.

Di ujung telepon saya menukas,” Maksudnya bagaimana Pak, tolong katakan yang jelas jangan muter-muter”

“ Begini Pak Rikho, saya tuh masih ada tanggungan burung di rumah, kalau saya nginap, burung nggak ada yang ngasih makan “ jawabnya dengan nada memelas.

Dalam batin saya jengkel, pusing mikiran kerjaan yang masih banyak kok sekuriti ini masih sempat-sempatnya nyuruh saya mikirin masalah burungnya yang di rumah.

Kebetulan ketika itu pembeli di Jakarta dapat memberi kepastian sehingga sekuriti itu tidak jadi menginap.

Saya memang bukan termasuk golongan yang menyukai binatang piaraan seperti halnya burung. Jadi perilaku para penggemar burung ini bagi saya unik.

Dari kacamata saya, penggemar burung ini seolah seperti mengabdi kepada binatang. Bayangkan saja, pagi-pagi membersihkan kotoran burung, memberinya makan, memandikannya. Sedangkan badan manusianya sendiri malah belum dibersihkan (mandi). Lha kalau diri sendiri dinomorduakan, apalagi dengan anak istrinya ?

Ketika pergi pikiran dan konsentrasinya terpecah dengan tetek bengek urusan burung yang ada di rumah. Dalam pandangan saya sih para penggemar burung ini seperti orang-orang yang terkekang. Tidak bebas, seperti halnya burung burung yang tidak bebas karena terkurung di dalam sangkar. Dimana pun dia berada burung kesayangan yang di rumah selalu mengambang di pikiran.

Karena kegandrungan pada burung ini kadang-kadang mengabaikan kebutuhan-kebutuhan yang lebih penting hanya untuk biaya pemeliharaan burung, sangkar, makanan burung, dan untuk beli burung itu sendiri.

Dalam sebuah budaya masyarakat pasti memiliki sebuah takaran tentang keberhasilan dalam hidup yang dicapai oleh seseorang.

Dalam masyarakat jawa burung bisa menjadi penanda status sosial. Pria jawa disebut memiliki keberhasilan dalam hidup apabila telah memiliki lima hal utama dalam hidupnya, yakni rumah (wisma), istri (wanita), kuda (turangga), keris (curiga) dan burung peliharaan (kukila).

Kalau dilihat hirarkinya, burung sebagai lambang estetika ini seharusnya menjadi kebutuhan terakhir setelah kebutuhan yang lebih esensial terpenuhi. Seperti halnya orang yang mau membangun rumah, bagi golongan yang uangnya pas-pasan, faktor estetika bangunan jelas akan menjadi yang terakhir setelah faktor fungsi dan konstruksi.

Yang penting fungsinya bisa memenuhi kebutuhan penghuni rumah misalnya jumlah kamar yang cukup. Dari sisi konstruksinya aman dan tidak rapuh. Perkara cat-nya kurang mengkilat, lantainya keramik kualitas dua, atau desain interior dan eksteriornya datar-datar saja ya no problem.

Tapi untuk urusan burung ini kadang di luar nalar. Saya pernah melihat tetangga teman yang penghasilannya pas-pas, namun masih sempat-sempatnya memelihara banyak burung. Saya sempat berpikir kenapa uang untuk beli burung dan biaya pemeliharaan burung itu tidak digunakan untuk hal-hal yang lebih penting. Misalnya untuk biaya pendidikaan anak,peningkatan gizi keluarga atau ditabung. Kebutuhan pokok saja belum terpenuhi kok ya sudah mikir faktor estetika ( suara burung).

Namun belakangan saya mengetahui bahwa hobi bapak memelihara burung ini menurun kepada adik kandung saya. Dari adik, saya ketahui bahwa ternyata hobi burung ini bisa digunakan untuk berivestasi. Investasi ?

Menurut adik saya sih, dia membeli burung dengan harga ratusan ribu. Setelah diperlihara beberapa bulan harganya bisa naik dua kali lipat bahkan lebih. Kata adik saya nilai burung itu terdapat dalam kicauannya. Semakin Indah suara kicauannya, semakin mahal harganya.

Adik saya ini membeli burung seharga tiga ratus ribu. Burung baruini disandingkan dengan burung lama yang sudah jago dan ciamik kicauannya. Lambat laun burung baru ini ketularan dan akhirnya mampu berkicau, lebih bagus dari ketika pertama kali dibeli. Setelah enam bulan, burung itu ditawar seharga 1,2 juta. Anehnya adik saya ini tidak melepaskannya.“ Nanti saja kalau butuh duit “ begitu katanya. Sudah jelas jelas untung kok nggak dijual, begitu kata saya dalam hati.

Saya pernah membaca , ternyata menurut salah seorang pecinta burung yang tajir. Burung itu bisa memberikanKetenangan batin. Seperti pengakuan Eko Purwanto,  Pehobi  Burung Asal Serang, Jawa Barat, yang ditulis dalam https://beritaburung.com/.

Menurutnya setelah memiliki kesukaan baru memelihara burung, dia justru merasa tenang dan lebih rileks dalam menjalani hidup.

“ Wah dulu saya paling suka menikmati hiburan malam, ” kata lelaki ini.

Dia membelanjakan uang tak kurang 1 Milyar rupiah untuk memburu burung-burung

menganggarkan dana Rp 3 Juta sebagai budget untuk mengikuti kontes-kontes burung yang marak digelar.

Suara burung memang memberikan sensasi tersendiri. Jujur saya senang mendengarnya. Seolah kita seperti berada di alam bebas, terlepas dari segala beban ketika suara alam (suara burung) itu menyapa kita.

Namun sampai sekarang saya belum bisa menalarkan, kalau hanya untuk sekedar hobi, mengapa banyak aspek yang dikorbankan.

Kalau bangun tidur hal yang pertama dipikirkannya adalah burung , bagaimana dengan perhatian kepada anak dan istri. Nampaknya bagi istri-istri yang suaminya penggemar burung memang harus bisa memakluminya. Untung atau rugi hanya para pecinta burung yang bisa memaknainya.
Share on Google Plus

About jasa seo

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar